Pendidikan nasional saat ini menghadapi berbagai tantangan besar, mulai dari rendahnya literasi dan numerasi hingga krisis moral yang tampak nyata dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku intoleransi, kurangnya empati, dan lemahnya etika di kalangan generasi muda menjadi cerminan bahwa pendidikan karakter belum berjalan optimal.
Menurut data KPAI dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kasus perundungan di Indonesia pada 2022 mencapai 226 kasus, meningkat signifikan dibandingkan 119 kasus pada 2020 dan 53 kasus pada 2021.
Artikel Populer:👉Antara Akhlak dan Ilmu: Menyiapkan Generasi Emas Indonesia Lewat Pendidikan Karakter👇
Politik Kurikulum: Di Mana Letak Masa Depan Pendidikan Kita?
Kondisi ini memunculkan pertanyaan: apakah pendidikan kita hanya berfokus pada kecerdasan akademik, tanpa menanamkan nilai-nilai moral? Pendidikan karakter seharusnya menjadi elemen utama dalam sistem pendidikan nasional, sebagai upaya membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berintegritas.
Pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan kepribadian yang kuat kepada siswa. Nilai-nilai ini mencakup integritas, tanggung jawab, empati, toleransi, dan semangat kerja sama. Tanpa pendidikan karakter yang kuat, generasi muda berisiko kehilangan arah di tengah arus globalisasi yang membawa berbagai pengaruh negatif, seperti individualisme, hedonisme, dan budaya instan. Di era digital, banyak aktivitas berpindah ke dunia maya, sehingga siswa perlu memahami etika digital, seperti menghormati privasi, bertanggung jawab atas konten yang dibagikan, dan menghindari penyebaran hoaks. Pendidikan karakter membantu siswa mengembangkan kesadaran untuk bertindak dengan integritas di dunia digital. Ketergantungan pada teknologi sering membuat siswa kurang interaksi sosial langsung, sehingga hubungan antarindividu menjadi lemah. Pendidikan karakter menekankan pentingnya komunikasi empatik, kerja sama, dan membangun hubungan yang bermakna, baik secara daring maupun luring.